It's Okay Not To be Perfect

It's Okay Not To be  Perfect- Menjadi sempurna adalah impian semua orang. Tak terkecuali makhluk bernama perempuan. Impian yang justru menjadi bumerang untuk diri sendiri. Karena sejatinya tak ada manusia sempurna.

Meskipun sadar tentang hal itu, masih banyak perempuan yang rela melakukan apa saja untuk menjadi sempurna. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari tuntutan orang-orang di sekitarnya. Tak jarang perempuan dituntut menjadi manusia serba bisa dan tanpa cela. Perempuan harus cantik, langsing, bisa masak, bisa menjahit, bisa menghasilkan uang sendiri, tidak boleh lemah, dan masih banyak lagi. Seolah perempuan bukan manusia pada umumnya. 

Padahal perempuan juga manusia biasa yang tak sempurna. Perempuan lahir dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bahkan, perempuan terlahir sebagai makhluk unik. Karena konon katanya begitu susah memahami sosok perempuan. 

Namun, tanpa disadari dunia memperlakukan perempuan tidak adil. Iya, dunia yang di dalamnya ada laki-laki dan perempuan. Karena perempuan mendapat berbagai label dan tuntutan tak hanya dari kaum lelaki. Perempuan sering dihakimi oleh sesama perempuan. Berat badan tidak ideal, perempuan dicela. Wajah tidak mulus, orang sekitar berkomentar. Tidak bisa memasak, mendapat label pemalas. Anak sakit, disalahkan karena tidak bisa merawat anak dengan benar. Bahkan, tidak bisa melahirkan secara normal, dianggap belum menjadi perempuan seutuhnya. 

Jadi, tidak heran bila banyak kasus bermunculan mulai dari seorang istri meninggal karena diet berlebihan, depresi berat karena tidak bisa menurunkan berat badannya. Seorang ibu mengalami baby blues hingga menghilangkan nyawa anaknya, dan masih banyak lagi. Semua bermula dari tuntutan pada sosok perempuan yang harus menjadi perempuan sempurna. 

Perempuan seolah takut menjadi diri sendiri. Perempuan sibuk memuaskan orang-orang sekitarnya. Karena tak ingin mendapat label yang negatif. Rela melakukan sesuatu yang tidak disukai demi menjadi apa yang diinginkan orang lain. Maka tak heran jika ada perempuan yang tidak bahagia meski sudah menjadi “sempurna” seperti yang diinginkan orang-orang di sekitarnya. 

Hidupnya tetap hampa walaupun semua ada di genggaman tangannya. Karena ia melakukannya dengan terpaksa. Ada seorang teman lama yang terlihat serba kecukupan. Menjadi sosok sempurna di mata keluarga dan teman-temannya. Tapi ternyata dia tidak merasa bahagia. Dia tetap merasa sendiri. Tetap merasa terpuruk. Hingga akhirnya tak kuat menahan beban, depresi dan memilih mengakhiri hidupnya. 

Ternyata jika kita peka, masih banyak perempuan yang mengalami hal yang sama. Memilih jalan yang tidak disukai hanya ingin memenuhi standar hidup orang lain. Demi sebuah pengakuan. Tapi akhirnya tersiksa. 

Padahal, menjadi tidak sempurna bukanlah sebuah dosa. Menjalani hidup sesuai dengan kemauan diri sendiri sah-sah saja. Memiliki standar hidup sendiri bukanlah aib. Karena kita, perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memang didesain tidak sempurna. 

Menjadi tidak sempuna tak masalah. Asal bahagia. Tidak mengikuti standar penilaian orang lain tak apa. Asal kita tetap menghargai diri sendiri. Bahwa kita adalah spesial. Kita adalah manusia yang sama dengan orang lain. Kekurangan kita tidak mempengaruhi makna keberadaan kita untuk orang-orang yang mencintai kita. 

Tak harus menjadi sempurna. Cukup melihat setitik kelebihan pada diri sendiri. Kemudian melejitkan satu potensi terpendam yang selama ini terlupakan. Hal itu akan membantu menumbuhkan rasa percaya diri. Hilangkan perasaan tak berharga karena akan membuat diri sendiri semakin terpuruk. 

Its okay not to be perfect. Cukup jalani hidup sesuai dengan apa kata hati. Tak perlu susah payah menurunkan berat badan jika sudah nyaman dengan angka di timbangan sekarang. Begitu juga dengan hal lainnya. 

Cantik itu tak harus putih. Tapi wajah yang dirawat dengan benar akan terlihat segar meskipun tidak putih. Tak bisa memasak atau keahlian lainnya tak masalah karena masih banyak cara menyajikan makanan spesial untuk keluarga. 

Mendidik anak juga demikian. Tak perlu terbebani dengan perkembangan anak orang lain. Karena setiap anak itu tidak sama. Anak belum bisa berprestasi di sekolah bukan berarti kita gagal mendidiknya. Anak sakit bukan berarti kita tidak merawatnya dengan benar selama ini. 

Hilangkan semua rasa tidak nyaman di hati atas komentar orang lain. Kita yang lebih paham anak-anak karena kita adalah orang tuanya. Turunkan standar hidupmu jika memakai standar hidup yang sekarang terasa menyiksa. Menjadi tidak sempurna boleh saja jika bisa membuatmu lebih bahagia.  

Komentar