Menyiasati Keinginan yang Lebih Besar dari Penghasilan

MENYIASATI KEINGINAN YANG LEBIH BESAR DARI PENGHASILAN

Menyiasati Keinginan yang Lebih Besar dari Penghasilan- 
Pernahkah terjebak pada situasi “besar pasak dari pada tiang?” pengeluaran yang lebih besar dari penghasilan? Ada banyak keinginan yang mendominasi dalam hati. Sebenarnya hal itu manusiawi. Sebagai manusia yang memiliki hasrat yang cukup besar, yang bisa dilakukan adalah berpikir cerdas mencari jalan keluar terbaik. 


Dari pada merutuki nasib, lebih baik mencari cara bagaimana mendapatkan penghasilan tambahan. Karena memangkas uang jajan atau kesenangan lainnya berdampak kurang baik terhadap diri sendiri. Berikut adalah beberapa cara menyiasati kondisi “besar pasak dari pada tiang” yang pernah aku lakukan. 


Menjadi Makelar

Jika diingat-ingat, aku sudah belajar mensiasati kondisi yang kurang menyenangkan tersebut sejak masih di bangku sekolah. Otak seakan bekerja dua kali lipat lebih cepat dalam situasi genting. Katanya “the power of kepepet” membuat kita mampu melakukan hal-hal yang tidak terbayangkan sebelumnya. Begitu juga ketika uang jajan tidak cukup untuk membeli beragam kosmetik dan aneka jenis coklat di swalayan dekat sekolah. 


Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA, aku butuh uang jajan lebih dan menangkap sebuah peluang di sekolah. Seorang teman curhat membutuhkan HP bekas yang sesuai dengan anggaran yang diberikan oleh orang tuanya. Sebagai pelajar, pengetahuan tentang tempat-tempat yang menjual HP bekas tentu saja terbatas. Aku akhirnya menawarkan diri mencarikan HP bekas yang sesuai dengan uang yang dimiliki oleh temanku. 


Untuk pertama kalinya aku belajar menjadi seorang makelar. Hal yang pernah dipraktikkan oleh ibuku. Tidak ada salahnya mencoba. Setelah melakukan kesepakatan dengan teman tersebut, aku bergerilya mencari seseorang yang akan menjual HP. Ternyata tetangga dekat rumah ingin menjual Hpnya. Singkat cerita, aku berhasil membantu tetangga menjual HPnya dan temanku senang mendapat HP sesuai dengan keinginannya. Sebagai perantara, tentu saja aku mendapat komisi yang nominalnya lebih dari cukup untuk membeli kosmetik idaman dan uang jajan selama seminggu. 


Peluang menjadi makelar atau perantara seperti ini masih aku praktikan hingga sekarang. Meskipun bukan pekerjaan utama. Aku melakukan saat menangkap ada peluang di depan mata. Jadi, tidak ada salahnya menjalankan pekerjaan yang hanya membutuhkan kepercayaan, tenaga, dan kemampuan  berkomunikasi ini. 


Menjualkan Produk Orang Lain 

Berhadapan dengan kondisi “besar pasak dari pada tiang” bukan hanya sekali dua kali dalam hidupku. Saat memasuki dunia mahasiswa, aku harus menambah uang saku karena sering keliling jawa timur untuk keperluan tugas organisasi. Kiriman dari orang tua tentu saja sudah disesuaikan dengan kebutuhan kuliah saja, tidak untuk travelling. 


BACA JUGA : Amplop Coklat dan Tamu Tak Diundang

Untuk menyiasati kondisi tersebut, aku membantu menjualkan produk milik kakak senior di asrama. Saat itu produknya berupa kerudung dan kaos kaki. Aku mendapat komisi 5-10 ribu dari setiap penjualan kerudung tersebut. Aku senang bisa menjual cukup banyak produk setiap bulannya. Komisi tersebut bisa untuk biaya naik kereta ekonomi surabaya-malang setiap minggu, naik bis ke ujung pulau madura, atau bepergian di akhir pekan ke daerah tapal kuda. 


Ketika sudah menikah, keinginanku tetap lebih besar dari penghasilan suami saat itu. Untuk mensiasati hal tersebut, aku kembali menjualkan produk orang lain. Aku menjadi reseller sebuah brand lokal Bandung. Produknya yang unik membuat peminatnya tak pernah sepi. Apalagi aku berkolaborasi dengan seorang teman yang bekerja di beberapa pabrik untuk memasarkan produk tersebut. 


Bisa ditebak, dalam waktu singkat aku berhasil menjadi distributor yang mendapat potongan 50% peritem ketika kulakan produk-produk itu. Reseller aktif tersebar di berbagai kota. Kemudian aku merambah produk lokal lainnya. Penjualan meningkat pesat sampai aku memiliki toko online yang aku beri nama tata-collection. Namun, semua berhenti ketika aku hamil anak kedua, kondisi kehamilan membuatku harus rehat total. Suami juga sibuk dengan kerjaan kantor. Tidak ada yang menghandel pesanan-pesanan yang menggunung. 


Cari Pekerjaan Sampingan 

Ketika hasrat untuk mewujudkan berbagai keinginan semakin kuat, apa saja bisa dilakukan. Termasuk bekerja sampingan. Dulu, aku memilih bekerja sebagai kasir tempat makan ketika butuh uang jajan saat kuliah. Aku juga pernah menjadi guru privat saat masih kuliah di malang dan berlanjut ketika sudah punya anak satu. Aku juga pernah bekerja kepada seorang Notaris saat gaji suami hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara keinginan ganti gadget tak bisa terbendung. 


Ada banyak jalan menuju roma. Sama halnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menambah penghasilan. Kuncinya adalah kemauan yang kuat. Bersabar ketika kondisi keuangan tidak stabil adalah dengan cara memaksimalkan ikhtiyar kita sebagai manusia. Mari jangan lelah untuk mencoba hal-hal baru. Demi deretan skincare di meja rias. Demi travelling melihat sisi dunia yang lain. Percayalah, ada banyak ide kreatif yang bisa dijalankan dalam situasi terjepit.




Komentar