Kusta, Stigma, dan Upaya Akses Pelayanan Kesehatan Inklusif

kusta, stigma, dan upayan akses pelayanan kesehatan inklusif

Kusta, Stigma, dan Upaya Akses Pelayanan Kesehatan Inklusif -
Lama tak mendengar kata Kusta, ternyata penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae masih banyak ditemukan di Indonesia. Kusta dikenal juga dengan nama penyakit lepra. Kusta adalah  Penyakit yang menyerang jaringan saraf, kulit, mata, dan selaput yang melapisi bagian dalam hidung. 


Meskipun katagori penyakit menular, kusta tidak serta merta menular begitu saja. Butuh kontak erat dan kurun waktu yang cukup lama. Bisa juga melalui inhalasi atau lewat udara. Tapi, jangan takut berlebihan. Karena kusta membutuhkan waktu inkubasi mulai 40 hari sampai 40 tahun. Biasanya gejala baru muncul setelah 5-6 tahun berinteraksi secara intens. 


Gejala Kusta 

Gejala kusta yang ringan adalah timbul bercak putih di kulit. Bercak tersebut semakin lama akan menyebakan kebas. Hal ini menandakan matinya saraf di area tersebut. Jika tanda semakin melebar, sebaiknya periksa ke dokter agar segera dilakukan pengobatan sedini mungkin. 


Kusta dan Stigma Masyarakat 

gejala kusta
menyimak penjelasan Bapak Suwata


Meskipun kusta adalah penyakit menular, bukan berarti tidak bisa diobati. Penderita kusta juga tidak boleh dikucilkan. Namun, yang terjadi dilapangan sangat meresahkan. Cerita tentang kusta dan bagaimana peran masyarakat bagi penderita kusta ini aku peroleh secara detail dari bapak Suwata. Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Subang, membeberkan  fakta yang cukup mencengangkan tentang penderita kusta di Subang. 


Beliau menjelaskan bahwa penyakit kusta katagori penyakit menular. Penyakit menular menimbulkan masalah komplek. Menimbulkan disabilitas secara sensorik maupun motorik. Stigma di masyarakat bahwa kusta adalah penyakit mematikan dan orang dengan kusta harus dijauhi, membuat penderita kusta terkucilkan. Merasa tak berharga


Ketika tidak ada yang peduli dengan orang-orang penderita kusta ini, maka penanganan terhadap kusta juga semakin rendah. Hal inin menyebakan kondisi orang dengan kusta semakin memprihatinkan. Jika awalnya hanya gejala ringan, akhirnya menimbulkan kecacatan karena tidak ditangani sedini mungkin. 



Bapak Suwata juga memaparkan bahwa angka disabilitas dari tahun 2018 sampai 2020 terus meningkat. Disabilitas karena kusta secara keseluruhan 11872 dari seluruh kasus disabilitas di kabupaten subang.  Disabilitas ini membuat dampak yang serius di bidang ekonomi dan sosial. Secara umum kondisi kehidupan orang yang pernah mengalami kusta tersisihkan dalam berbagai aspek. Mulai dari akses pendidikan sampai pekerjaan. 



Upaya Penanganan Kusta 


Tidak dipungkiri bahwa Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) mengalami krisis kepercayaan diri akibat tersisihkan dari masyarakat. Dinas Kesehatan Subang telah memberikan contoh konkret bagaimana menangani OYPMK ini. Sebuah langkah kecil yang bisa berdampak luar biasa untuk masa depan. Sebuah pelayanan kesehatan yang inklusif menjadi solusi Indonesia bebas kusta. 

👉Melakukan advokasi melalui SKPD 
melakukan kegiatan pelayanan untuk orang-orang yang mengalami kusta atau pernah mengalami kusta. 

👉Edukasi kepada masyarakat 
Bagaimana cara memberikan pemahaman kepada masyarakat? Ada beberapa hal yang harus disosialisasikan kepada masyarakat. Pengurangan stigma dan deskriminasi bisa dilakukan melalui pendekatan  perangkat desa. Pengetahuan dasar yang harus disosialisasikan yaitu:

💓Harus tetap optimis bahwa kusta bisa diobati dan bisa sembuh
💓Hindari faktor pencetus yang menyebabkan timbulnya reaksi pada penderita kusta
💓Melakukan perawatan kepada anggota tubuh yang melakukan gangguan secara teratur 
💓Segera datang ke layanan kesehatan ketika muncul tanda-tanda reaksi dan konsultasi 
💓Gunakan alat bantu atau pelindung untuk mencegah kecacatan


👉Pengobatan kepada orang-orang yang kontak erat
👉Prioritas pencegahan kecacatan dengan melakukan pengobatan sejak dini
👉Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta di berbagai sektor



Selama pandemi seperti sekarang, upaya penanganan kusta tidak terhenti begitu saja. Tetap ada strategi jitu agar penderita kusta tidak semakin banyak dari hari ke hari. Ada 5 strategi selama pandemi. Diantaranya: 

  • Memberikan  layanan kesehatan terintegrasi dan terkolaborasi 
Kegiatan pengobatan kepada orang  yang tertular melalui kelompok-kelompok profesional yang sudah tersertifikasi. Dokter dan perawat yang bertugas menangani kusta, mendatangi secara langsung lokasi orang yang mengalami kusta. 


  • Meningkatkan skill dan kapasitas dari petugas kesehatan

Bentuk peningkatan kualitas tersebut  adalah adanya  OJT untuk perawat atau petugas pelayanan kusta yang ada di puskesmas.

  • Peningkatan peran serta masyarakat 
Melalui workshop perubahan perilaku dan pelatihan kader kusta.
 
  • Advokasi pembiayaan penderita kusta melalui dana desa
Desa menjadi salah satu objek pembangunan. Dana desa untuk kesehatan cukup besar. Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan untuk penderita kusta. 

  • Melakukan pemenuhan kebutuhan logistik seperti obat
Pemenuhan jaminan kesehatan bagi orang yang pernah mengalami kusta. Biasanya mereka adalah kelompok yang termarginalkan sehingga terhambatnya akses ke berbagai sektor. 
 


Permata Bulukumba  

Angin segar seakan menghampiri orang  yang mengalami kusta dengan hadirnya PERMATA. Ardiansyah sebagai aktivis kusta sekailgus Ketua PERMATA Bulukumba mengatakan bahwa PERMATA adalah organisasi atau wadah penyandang disabilitas karena kusta atau kusta agar mendapat pendampingan secara hukum mengatasi berbagai kasus sekaligus mengembalikan kepercayaan diri mereka. 


Ardiansyah sebagai orang yang pernah mengalami kusta tentu sangat paham bagaimana mental penderita kusta. Tahun 2010 mengalami goncangan ketika menderita kusta. Keluarga menyembunyikan keberadaannya. Teman dan kerabat menjauhi. Semua kebaikan seakan tak terlihat oleh mereka saat kusta melanda. Saat sudah sembuh dan bisa menerima apa yang dialami, maka dia berusaha membantu orang-orang yang menderita kusta. 


Syarat Kusta Bisa Sembuh

Kusta memang menular tapi bisa disembuhkan. Kerja sama yang baik antara masyarakat dan pihak layanan kesehatan punya andil yang besar untuk mempercepat proses penyembuhan kusta. Stigma masyarakat tentang kusta harus diubah. Agar orang yang mengalami kusta bisa hidup berdampingan dengan warga tanpa merasa dikucilkan. 


Edukasi di kampus kepada mahasiswa juga tidak kalah penting menurut Ardiansyah. Generasi penerus bangsa harus memperbanyak literasi tentang kusta. Agar stigma negatif tentang kusta tidak diwariskan kepada generasi muda terus-menerus. Penguatan literasi menjadi sebuah keharusan bagi mahasiswa.  Langkah konkret pihak PERMATA mengedukasi mahasiswa adalah melakukan kolaborasi dengan kampus setempat. 



Selain itu, pihak layanan kesehatan mulai dari Puskesmas dan Rumah Sakit harus kooperatif terhadap pasien penderita kusta.  Ardiansyah mengatakan bahwa selama pandemi, penderita kusta mengalami kesulitan mengambil obat ke puskesmas karena takut terkena covid-19. Sangat disayangkan petugas kusta yang ada di Puskesmas tidak pro aktif mendatangi pasien kusta yang sudah masuk data puskesmas tersebut. Beruntung ada PERMATA yang berusaha memberikan solusi. Pihak PERMATA yang membantu mengambilkan obat ke puskesmas untuk diberikan kepada penderita kusta yang tersebar di pelosok desa. PERMATA juga melakukan advokasi ke Rumah Sakit agar penderita kusta mendapatkan pelayanan optimal. 

STOP STIGMA UNTUK INDONESIA BEBAS KUSTA 


Komentar